KAIDAH KEDUA
Kaidah kedua: bahwa mereka mengatakan: Tidaklah kami berdoa
kepada mereka dan menghadapkan wajah kepada mereka kecuali
untuk mendapatkan kedekatan dan syafa’at.
Dalil bahwa tujuan mereka untuk mendekatkan adalah firman
Allah ta’ala yang artinya, “Dan orang-orang yang menjadikan
selain Dia sebagai wali-wali (mengatakan): Kami tidak
menyembah mereka kecuali agar mereka mendekatkan kami
kepada Allah sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan
memutuskan di antara mereka apa yang mereka perselisihkan.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang
pendusta lagi sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3) [6].
Kaidah kedua: Bahwa orang-orang musyrik yang Allah telah namai
mereka sebagai orang musyrik dan telah menghukumi mereka kekal di
dalam neraka, ternyata mereka tidak menyekutukan Allah di dalam
perkara rububiyyah. Mereka menyekutukan Allah hanya di dalam
perkara uluhiyyah. Mereka tidak mengatakan bahwa sesungguhnya
sesembahan mereka menciptakan dan memberi rezeki bersama Allah.
Mereka tidak pula mengatakan bahwa mereka dapat memberi manfaat,
mendatangkan madharat, atau mengatur bersama Allah. Mereka hanya
menjadikan sesembahan itu sebagai pemberi syafaat, sebagaimana
yang telah Allah ta’ala firmankan mengenai mereka yang artinya, “Dan
mereka menyembah dari selain Allah sesembahan yang tidak dapat
mendatangkan madharat dan tidak dapat memberi manfaat. Dan
mereka mengatakan bahwa sesembahan itu adalah pemberi syafaat
kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18). “Sesembahan yang tidak dapat mendatangkan madharat dan tidak dapat memberi manfaat”, orangorang
musyrik itu mengakui hal ini. Yaitu bahwa sesembahan itu tidak
dapat memberi manfaat dan mendatangkan madharat. Orang-orang
musyrik itu hanya menjadikan sesembahan mereka sebagai pemberi
syafaat, yakni perantara di sisi Allah untuk menyampaikan kebutuhan
mereka yang orang-orang musyrik itu menyembelih untuk mereka,
bernadzar kepada mereka. Bukan karena sesembahan itu menciptakan
atau memberi rezeki, memberi manfaat atau mendatangkan madharat
menurut keyakinan mereka. Akan tetapi agar sesembahan itu menjadi
perantara untuk mereka di sisi Allah dan memberi syafaat di sisi Allah.
Inilah akidah orang-orang musyrik.
Ketika engkau pada zaman ini mencoba mendebat pemuja kuburan,
maka ia akan mengucapkan ucapan yang sama persis. Dia katakan: Saya
tahu bahwa wali atau orang shalih ini tidak dapat mendatangkan
madharat atau manfaat, namun ia adalah orang shalih dan saya
mengharap syafaat darinya untukku di sisi Allah.
Syafaat itu ada yang benar dan ada yang batil. Syafaat yang benar
adalah yang terpenuhi dua syarat:
1. Syafaat itu dengan izin Allah.
2. Orang yang disyafaati termasuk dari orang yang bertauhid, yaitu
termasuk orang-orang yang bermaksiat dari kalangan orang
yang bertauhid.
Sehingga, jika satu syarat dari dua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka
syafaat tersebut batil. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tidak ada
yang dapat memberi syafaat di sisiNya kecuali dengan izinNya.” (QS. AlBaqarah:
255). “Dan mereka tidak dapat memberi syafaat kecuali untuk
orang-orang yang diridhaiNya.” (QS. Al-Anbiya`: 28), mereka adalah
orang bertauhid yang jatuh dalam kemaksiatan. Adapun orang-orang
kafir dan musyrik, maka syafaat para pemberi syafaat tidak dapat
memberi manfaat kepada mereka, “Orang-orang zhalim itu tidak
memiliki seorang pun teman dan tidak pula pemberi syafaat yang
diterima syafaatnya.” (QS. Ghafir: 18).
Mereka itu telah mendengar syafaat namun tidak mengerti maknanya.
Dan mereka berangkat mencari syafaat itu dari sesembahan mereka
tanpa seizin Allah ‘azza wa jalla. Bahkan mereka mencari syafaat untuk
orang yang menyekutukan Allah yaitu orang yang syafaat itu tidak
bermanfaat untuknya. Maka, mereka itu tidak mengetahui makna
syafaat yang benar dan syafaat yang batil.
Dalil bahwa tujuan mereka untuk mendapatkan syafaat adalah
firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan mereka menyembah dari
selain Allah sesembahan yang tidak dapat mendatangkan
madharat dan tidak dapat memberi manfaat. Dan mereka
mengatakan bahwa sesembahan itu pemberi syafaat kami di sisi
Allah.” (QS. Yunus: 18).
Syafaat itu ada dua macam: syafaat yang ditiadakan dan syafaat
yang ditetapkan syariat.
Adapun syafaat yang ditiadakan adalah syafaat yang diminta dari
selain Allah pada perkara yang hanya Allah yang bisa
melakukannya. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman, berinfaqlah kalian dari
sebagian apa yang telah Kami rezekikan kepada kalian sebelum
datang suatu hari yang saat itu tidak ada jual beli, tidak ada lagi
persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Dan orangorang
kafir itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Baqarah:
254) [7].
Syafaat itu memiliki syarat-syarat dan ketentuan, tidak mutlak begitu
saja.
Syafaat itu ada dua: Syafaat yang Allah ‘jalla wa ‘ala tiadakan, yaitu
syafaat yang tidak seizinNya subhanahu wa ta’ala. Sehingga, tidak ada
seorang pun yang dapat memberi syafaat kecuali dengan izin Allah.
Bahkan, makhluk yang paling mulia dan penutup para Nabi –yaitu Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika hendak memberi
syafaat untuk orang-orang di padang Mahsyar pada hari kiamat, beliau
menyungkur sujud di hadapan Rabbnya, lalu berdoa kepadaNya,
memujiNya, dan menyanjungNya. Dan beliau terus dalam keadaan
sujud sampai dikatakan kepada beliau, “Angkat kepalamu! Katakanlah,
niscaya ucapanmu akan didengar! Dan berilah syafaat, niscaya
syafaatmu diterima!” Jadi, beliau tidak dapat memberi syafaat kecuali
setelah izin Allah.
Syafaat yang ditetapkan adalah syafaat yang diminta dari Allah.
Yang memberi syafaat adalah orang yang dimuliakan dengan
syafaat. Sedangkan orang yang disyafaati adalah orang yang Allah
ridhai ucapan dan amalannya setelah izin Allah. Sebagaimana
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tidak ada yang dapat
memberi syafaat di sisi Allah kecuali dengan izinNya.” (QS. AlBaqarah:
255) [8].
Syafaat yang ditetapkan adalah syafaat untuk orang yang bertauhid.
Adapun orang musyrik, tidak bermanfaat syafaat untuknya. Dan orang
yang mempersembahkan kurban dan nadzar kepada kuburan maka ia
adalah musyrik. Sehingga syafaat tidak bermanfaat untuknya.
Kesimpulannya: bahwa syafaat yang ditiadakan adalah syafaat yang diminta tanpa seizin Allah atau yang diminta untuk orang musyrik. Adapun syafaat yang ditetapkan adalah syafaat setelah izin Allah dan untuk orang yang bertauhid.
Kesimpulannya: bahwa syafaat yang ditiadakan adalah syafaat yang diminta tanpa seizin Allah atau yang diminta untuk orang musyrik. Adapun syafaat yang ditetapkan adalah syafaat setelah izin Allah dan untuk orang yang bertauhid.
2. KAIDAH KEDUA
Reviewed by suqamuslim
on
03.04
Rating:

Tidak ada komentar: